Telah dimuat di Harian Malang Post.
Oleh:
Muhammad Rajab*
Pada tahun tahun 1970-an, Richard
Bandler lulus dari Universitas Calivornia Santra Cruz sebagai sarjana
matematika. Waktunya banyak dihabiskan untuk bermain dengan kerumitan komputer
dan fisika. Sehingga tak heran, jika banyak orang yang menjulukinya “anak
ajaib” di bidang komputerisasi. Namun, dia ternyata mempunyai minat lain yaitu
psikologi. Dia senang dan terdorong untuk mempelajari psikologi karena terilhami dari sahabt-sahabatnya
yang ahli terapi yaitu, Milton Eriction, Fritz Perls dan Virginia Satir. Kemudian
dia mengadakan penelitian dengan menjadikan sahabat-sahabatnya tersebut sebagai
objek penelitiannya. Dan pada akhirnya menemukan bahwa ketiga ahli terapi
tersebut telah menemukan kebiasaan-kebiasaan dan tingkah laku yang menghasilkan
prestasi luar biasa.
Setelah mempelajari pola-pola
tingklah laku yang diperbuat oleh mereka, Richard Bandler berusaha mencoba
untuk membuat modelnya. Dia menjiblak strategi-strategi pribadi dan tingkah
laku, lalu mencobanya pada beberapa orang lain. Ternyata hasilnya sangat
memuaskan. Penemuannya menjadi landasan Neuro-Linguistic Programming (NLP),
atau bisa disebut juga dengan Program Pembentukan Manusia Sempurna.
Adapun definisi NLP sendiri banyak
perbedaan, di antaranya adalah yang dikatakan oleh Carol Harris penggagas
elemen-elemen dasar NLP, NLP adalah keingintahuan, panduan pemikiran, pembelajaran
hakikat pengalaman, dan perangkat lunak otak. Sedangkan menurut Steve Andreas
bahwa NLP merupakan studi tentang kesempurnaan manusia. Cara untuk lebih sering
menunjukkan aksi terbaik, pendekatan bernas dan praktis dalam mengubah diri.
Yang lain juga ada yang mengatakan bahwa NLP adalah teknologi baru pencetak
prestasi.
Walaupun banyak perbedaan dalam beberapa
definisi di atas, namun kita bisa kembali kepada makna dasar NLP itu sendiri.
Menurut Dr. Ibrahim Elfiky bahwa
difinisi yang lebih ilmiah dari NLP adalah Neuro, mengacu ke sistem
saraf kita, corong penghubung lima indra kita. Linguistic, kemampuan
alami berkomunikasi secara verbal dan non verbal. Verbal mengacu pada
pilihan-pilihan kata dan frase yang mencerminkan dunia mentalitas kita. Non
verbal berkaitan dengan “bahasa sunyi” seperti postur, gerak-gerik dan tingkah
laku. “Bahasa sunyi” melahirkan gaya berfikir dan kepercayaan. Programming, Mengacu
pada pola berpikir, perasaan dan tingkah kita. Perilaku dan kebiasaan
keseharian kita dapat diganti dengan perilaku dan kebiasaan baru yang lebih
positif.
Dari beberapa perbedaan definisi di
atas kita tidak boleh menyalahkan satu
sama lain, semuanya benar karena yang terpenting di sini adalah bagaimana
membentuk kepribadian yang handal dan menciptakan prestasi, baik dengan
menguatkan mental dan memperbaiki cara berkomnusikasi melalu NLP ini.
Namun, untuk mengaplikasikan NLP
sendiri kita perlu tahu asumsi-asumsi dasar NLP tersebut. Karena dengan adanya
asumsi-asumsi dasar tersebut, kita akan mengetahui dan mempunyai pegangan serta
satandar yang bisa dijadian patokan dalam bergerak dalam dunia pendidikan, baik
bagi guru maupun peserta didik.
Menurut Elfiky (2006) bahwa asumsi-asumsi
dasar dari NLP adalah (1)menghormati orang lain membentuk dirinya, (2)peta
bukanlah wilayah, (3)selalu ada maksud baik dari setiap tingkah laku, (4)tidak
ada orang yang kaku hanya komunikator kurang fleksibel, (5)makna komunikasi
adalah respon yang anda peroleh, (6)seseorang dengan fleksebelitas akan mampu
mengontrol dirinya, (7)tak ada kegagalan, hanya umpan balik yang kurang tepat,
(8)Setiap pengalaman memiliki strukturnya sendiri, (9)Jika kita mengubah
struktur dengan sendirinya struktur akan berubah, (10)manusia mempunyai dua
tingkatan komunikasi, sadar dan bawah sadar, (11)semua orang mempunyai
sumber-sumber yang cukup guna mengubah diri ke arah yang lebih positif.
Sumber-sumber tersebut berada di pengalaman masa lalu masing-masing. (12)tubuh
dan pikiran saling mempengaruhi, (13)jika sesuatu mungkin bagi seseorang, maka
hal itu juga mungkin bagi yang lain, (14)saya bertanggung jawab tentang pikiran
saya, oleh kaena itu saya juga bertanggung jawab atas hasil yang saya peroleh.
Dari beberapa asumsi dasar tersbut,
diharapkan bisa memberikan satu pegangan dan sandaran yang bisa diterapkan
dalam dunia pendidikan. Dengan bersandar pada beberapa asumsi tersebut kita
bisa mengetahui apa yang harus kita pikirkan, kerjakan dan rencanakan untuk ke
depannya demi pengembangan kualitas pendidikan yang ada pada setiap lembaga
pendidikan atau pengembangan kualitas dan potensi diri secara mandiri (individual
quality).
Penerapan NLP tersebut dalam
pendidikan dimaksudkan agar dapat mengubah paradigma dan cara pandang serta
metode pembelajaran yang selama ini kurang dapat menyentuh dan tidak dapat
mengubah kualitas peserta didik secara maksimal. Karena yang selama ini terjadi
adalah cara mengajar guru di dalam kelas cenderung membosankan.
Jika kita melihat kepada makna dan
maksud dari kata per kata yang terdapat dalam asumsi-asumsi dasar NLP tersebut,
maka kita akan menemukan satu paradigma baru yang dapat dikembangkan dalam
pendidikan. Misalnya, asumsi kedua bahwa peta bukanlah wilayah. Maksudnya
adalah untuk membetuk diri menjadi yang lebih baik, atau dalam belajar suatu
ilmu tidak ada batasan ruang dan waktu, di manapun dan kapanpun kita harus
tetap belajar. Ketika hal ini dipahamkan kepada peserta didik, maka mereka akan
mempunyai cara pandang baru bahwa belajar tidak cukup di dalam ruangan kelas.
Misalnya lagi pada asumsi yang ke
tiga belas bahwa jika sesuatu itu mungkin bagi seseorang, maka hal itu juga
mungkin bagi yang lain. Di dalam asumsi ini jelas bahwa tak ada sesuatu yang
tidak mungkin asalkan mau berusaha dan bekerja keras. Kita melihat orang yang
pintar dan ahli dalam bidang tertentu, kita juga bisa melakuakan itu, tentunya
dengan usaha dan bekerja keras untuk mencapai hal tersbut.
Tidak hanya dua asumsi dasar NLP
tersebut yang dapat kita ambil untuk
kita terapkan dalam pendidikan kita. Akan tetapi semua asumsi tersebut dapat
diaplikasikan dalam pembelajran dan dijadikan prinsip-prinsip dasar pendidikan
kita. Ini diharapkan dapat mengubah dan meningkatkan kualitas peserta didik.
Sehingga bangsa yang selama ini kualitas pendidikannya berada di bawah bisa
terangkat.
Bagi seorang guru harus bisa dan
paham tentang konsep ini. Jika tidak dia akan bertindak dan mengajar semaunya
sendiri tanpa memperhatikan kebutuhan peserta didiknya. Selain itu guru harus
selalu menanamkan asumsi-asumsi dasar NLP tersbut kepada peserta didik.
Jika prinsip-prinsip ini sudah
tertanam dalam diri anak, maka anak akan selalu kreatif dan inovatif dalam
menciptakan hal-hal yang baru sesuai dengan kemampuannya. Dengan kreativitas
tersebut anak akan selalu bangga dan berfikir maju serta selalu berusaha untuk menjadi
lebih baik dari sebelumnya.
Selain itu, jika prinsip ini
tertanam pada diri setiap peserta didik, maka guru tidak perlu susah-susah
dalam mengajak dan mengajar mereka. Karena mereka sudah punya spirit yang kuat (a
strength spirit) untuk maju secara mandiri. Guru hanya tinggal mengingatkan
dan mengarahkan anak terhadap apa yang mereka butuhkan ke depannya.
Akan tetapi satu hal yang perlu
diingat bahwa metode pengajaran yang digunakan oleh guru dalam menerapkan NLP
ini tidak boleh sama dengan metode pembelajaran seperti orang dahulu yang
cenderung menitikberatkan semua materi pada guru dan tidak ada kontribusi murid
di dalamnya kecuali hanya mendengarkan saja apa yang disampaikan oleh guru di
depan kelas. Pendekatan yang sangat cocok menurut hemat penulis untuk digunakan
dalam menerapkan NLP ini adalah konsep pendidikan modern yaitu CTL (Contextual
Teaching And Learning).
Karena di dalam konsep ini mempunyai
tiga prinsip dasar yang sangat mirip dengan NLP, yaitu pertama, prinsip
kesaling-bergantungan. Maksudnya di sini bukan kita bergantung kepada orang
lain, tapi yang dimaksud adalah bahwa manusia dengan manusia yang lain dan
dengan alam mempunyai hubungan. Dengan ini akan tercipta kretivitas yang bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat dan lingkungannya.
Kedua, prinsip diferensiasi.
Maksudnya adalah bahwa setiap orang mempunyai satu perbedaan dengan yang lain.
Setiap mereka mempunyai kesempatan yang sama untuk membentuk dirinya sendiri. Ketiga,
Prinsip pengaturan diri. Ini maknanya bahwa setiap orang mempunyai potensi
untuk mengatur dirinya sendiri menjadi yang lebih baik.
*Penulis adalah,
Peneliti di Pusat
Studi Islam (Forsifa) Unmuh Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar