Oleh: Muhammad Rajab*
Prof. Amudi Pasaribu mengatakan bahwa
kondisi kehidupan seorang guru di Indonesia saat ini dibandingkan dengan
kondisinya setengah abad lalu telah banyak berubah. Gambaran guru yang
dihormati karena banyak jasanya dalam mendidik orang, berpakaian perlente, dan
termasuk masyarakat yang ekonominya di atas rata-rata, makin sulit ditemukan
saat ini. Gaji guru bantu di Indonesi kurang lebih sekitar 500.000 rupiah
perbulan, sedangkan di Jepang setara dengan 17 juta rupiah, sementara tunjangan
penganggur di Belanda 9,1 juta rupiah.
Masalah
gaji memang bukanlah tujuan utama dalam mengajar, akan tetapi kesejahteraan
guru juga perlu diperhatikan, tidak boeh diabaikan. Karena bagaimanapun ia
adalah orang yang sangat berjasa kepada bangsa. Seorang presiden bisa jadi
presiden karena ia dulu dididik oleh seorang guru, demikian pula para tokoh
yang saat ini duduk di atas dulunya dididik oleh guru juga. Menurut Sismono La
Ode, diakui atau tidak rendahnya gaji guru merupakan salah satu penyebab
menurunnya kualitas guru.
Maka
tidak boleh disalahkan juga ketika guru mengambil kerja sampingan di luar
mengajar, seperti berbisnis atau kerja-kerja lainnya. Karena memang para guru
juga dituntut untuk bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Bagaimana tidak,
mereka juga butuh biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Sedangkan gaji guru sangat minim sekali
dan tidak bisa diandalkan. Hal ini sangat mempengaruhi profesinalitas guru
dalam menjalankan tugasnya. Karena pikirannya harus memikirkan banyak hal dan
tidak terfokus pada bagaimana mengembangkan dan meningkatkan kualitas peserta
didik di sekolah.
Di
satu sisi guru harus mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, dan di sisi
lain dia dituntut tetap profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai guru.
Dua hal ini sangat paradoks, apalagi melihat kondisi peserta didik di era
modern ini berbeda dengan peserta didik yang hidup sebelumnya. Sekarang guru
tidak lagi mendapatkan perlakuan seperti perlakuan murid dulu, seperti
dihormati sebagaimana yang dikatakan oleh Prof. Amudi di atas.
Menurut
pendapat C.O. Houle, ada sembilan ciri orng bisa dikatakan profesional, yaitu
(1) memiliki landasan pengetahuan, (2) harus berdasarkan asas kompetensi
individual, (3) memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, (4) ada kerja sama dan
kompetisi, (5) memiliki kesadaran profesional, (6) memiliki prinsip-prinsip
etik, (7) memiliki sistem sangsi profesi, (8) memiliki militansi individual,
(9) memiliki organisasi profesi.
Ciri-ciri
di atas perlu diperhatiakan, khususnya bagi sekolah-sekolah yang akan mempersiapkan
calon guru. Karena tantangan profeionalisme guru ke depan akan semakin dahsyat.
Oleh karena itu menurut Sismono La Ode (2006) dalam bukunya, Di Belantara
Pendidikan Bermoral, komponen-komponen utama kegiatan belajar-mengajar
(KBM) di perguruan tinggi (PT) yang terdiri dari mahasiswa, dosen dan kurikulum
dapat dipersipkan serta dikebangkan secara sistematis dan integratif, agar
dalam proses tersebut dapat melahirkan calon guru yang kelak memiliki
profesionalisme yang tinggi.
Disadari
atau tidak, di era global ini guru dihadapkan pada murid yang tidak lagi
menunggu informasi dan pelajaran dari guru. Mereka sudah bisa mengakses
informasi dengan mudah melalui iternet, bahkan mata pelajaranpun bisa didapat
melalui media internet tersebut. Dengan demikian guru dituntut untuk betul-betul
profesional. Artinya, bahwa guru harus benar-benar mempunyai kompetensi
individual yang mumpuni dan beberapa ciri profeionalisme yang telah dijelaskan
oleh Houle di atas.
Apabila
tuntutan tersebut tidak segera direspon oleh semua pihak yang berkecimpung
dalam dunia pendidikan, khususnya para guru dan calon guru, maka bangsa
Indonesia akan tertinggal jauh di tengah peradaban bangsa menuju era global.
Karena guru merupakan faktor terpenting dalam upaya mendorong kualitas pendidikan
nasional, sedangkan kualitas pendidikan merupakan faktor penentu kualitas
seluruh aspek kehidupan seperti ekonomi, moral, sosial dan politik. Oleh karena
itu profesionalisme bagi guru merupakan satu keniscayaan, khususnya di era
modern.
Untuk
itu, saat ini sekolah-sekolah keguruan (yang mempersiapkan calon guru) dituntut
untuk mampu menyiapkan guru-guru yang handal dan berkualitas. Karena jalan
terbaik untuk menciptakan guru profesional dan berkualitas adalah melalui
pendidikan keguruan seperti IKIP. Jika tidak, maka bersipalah untuk menghadapi
keterbelakangan di segala bidang. Sebab pendidikan adalah kunci utama untuk menciptakan
kestabilan seluruh aspek kehidupan.
Untuk
mempersiapkan guru yang berkualitas dan profesional menurut Sismono adalah
penggunaan paradigma input-process-product-income. Dari segi input, kualitas
guru yang akan datang haruslah berasal dari siswa-siswa SMA atau sederajat yang
berkualitas dan memnuhi kriteria yang ada. Dari segi process, jajaran
Kanwil Diknas didorong untuk memberi kontribusi pada pembentukan sikap
profesionalisme mahasiswa calon guru, khususnya ketiaka mereka hendak melakukan
Praktek Kerja Lapangan (PPL). Sedangkan dari segi product dan income,
setelah membuat kerja sama kita perlu menentukan apa sajakah ciri-ciri guru
berkualitas dan bagaimana cara mewujudkannya.
Selain itu, guru saat ini juga dituntut
untuk menguasai teknologi (IT). Karena seiring dengan perkembangan zaman IT khususnya teknologi
pembelajaran terus berkembang. Dengan demikian, untuk menjadi guru profesional
di era digital saat ini, maka guru juga harus menguasai teknologi, seperti
teknologi informasi, lebih-lebih teknologi pembelajaran.
*Penulis adalah
Peneliti
di Bestari UMM dan Pengajar di Al-Izzah International Islamic School, Kota Batu
1 komentar:
Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
Harrah's 강원도 출장샵 Cherokee Casino 시흥 출장안마 & Hotel. Find reviews and discounts for 목포 출장샵 AAA/AARP members, 논산 출장마사지 seniors, long stays 구미 출장안마 & government.
Posting Komentar