Oleh. Muhammad Rajab
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas
(karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 261)
Ayat di atas mengandung pelajaran
yang sangat berharga bagi umat Islam. Yaitu, bagaimana seorang hamba, khususnya
yang mampu secara financial dapat memberikan sebagian hartanya kepada
orang-orang yang membutuhkan. Baik dari kalangan orang-orang faqir, orang-orang
miskin ataupun orang-orang yang membutuhkan selain fakir miskin tersebut.
Orang-orang yang menshodaqahkan
hartanya di jalan Allah SWT, akan senantiasa dilipatgandakan balasan atau
pahalanya, baik di dunia maupun di akhirat. Pahala tersebut merupakan keutamaan
dari Allah SWT yang diberikan kepada orang-orang yang ringan tangan untuk
mengeluarkan sebagian hartanya.
Pada hakikatnya harta yang ada pada
tangan manusia merupakan titipan Allah SWT yang suatu saat pasti akan
dikembalikan kepada-Nya. Maka tidak
patut seorang hamba untuk bersikap kikir kepada saudaranya yang membutuhkan.
Dalam al-Quran sudah dijelaskan bahwa pada harta yang kita miliki ada hak untuk
orang-orang yang membutuhkan. Allah SWT berfirman:
“Dan pada harta-harta
mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak
mendapat bagian” (QS. Adz-Dzariyat: 19)
Sekarang umat Islam sedang memasuki
bulan suci, bulan yang penuh rahmat dan maghfirah Allah SWT.Di mana pintu
pahala dibuka lebar-lebar dan jalan untuk berbuat dosa dipersempit. Kesempatan
emas yang datang tiap tahun sekali ini seharusnya menjadi momen terpenting
dalam kehidupan umat muslim untuk memperbanyak amal shalih. Baik dalam hal ibadah
yang sifatnya vertical (kepada Allah) maupun horizontal (sesama manusia).
Salah satu amalan ibadah sosial (horizontal) yang dianjurkan adalah
memperbanyak shodaqah kepada orang-orang yang membutuhkan. Ibadah social yang
berupa shodaqah ini merupakan sebuah ibadah yang manfaatnya tidak hanya
dirasakan oleh diri sendiri. Akan tetapi akan dirasakan oleh orang lain. Bahkan
di dalam al-Quran telah dijelaskan bahwa sekali-laki manusia tidak akan
mendapatkan kebaikan yang sempurna sehingga ia mau menafkahkan sebagian harta
yang dimilikinya. Allah SWT berfirman:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah Mengetahuinya” (QS. Ali Imran: 92).
Dalam
sejarah disebutkan bahwa ada salah seorang sahabat bernama Thalhah yang
merupakan orang Anshar yang paling kaya di Madinah. Kekayaan yang paling
dicintainya adalah sumur. Sumur itu menghadap ke masjid. Nabi Muhammad suka ke
sumur tersebut dan meminum airnya yang tawar. Ketika ayat tersebut turun, Abu Thalhah
menghadap dan mengatakan kepada Rasulullah SWT:
“Ya Rasulullah, Allah berfirman ‘kamu sekali-kali
tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian
harta yang kamu cintai’. Harta yang paling saya cintai adalah sumur dan saya
shadokahkan sumur itu karena Allah. Wahai Rasulullah, gunakan sumur itu sesuai
dengan arahan Allah kepada engkau. Rasulullah lalu menyuruh Abu Thalhah untuk
membagi sumur itu untuk kepentingan karib kerabatnya”. (Khozin, 2004: 66)
Rasulullah
SAW juga bersabda:
إتقوا النار ولو بشك تمرة
“Jagalah diri kalian dari api neraka, meski
dengan separuh buah kurma” (HR. Bukhari)
Ayat dan hadits di atas menunjukkan
betapa pentingnya urusan shodaqah. Sampai-sampai walau dalam keadaan
bagaimanapun Rasulullah menganjurkan untuk mengeluarkan shadaqah semampunya.
Kondisi masyarakat miskin masih
banyak di sekitar kita. Mereka membutuhkan uluran tangan orang-orang yang
mampu. Anak-anak mereka tidak bisa bersekolah hanya gara-gara kemiskinan yang
melanda mereka. Kondisi seperti ini hendaknya membuka mata dan rasa empati serta
simpati dari orang-orang yang mampu untuk menyalurkan sebagian hartanya untuk
mereka. Hal ini dimaksudkan agar mereka mampu merasakan apa yang telah orang
lain rasakan.
Kita sebagai muslim tidak munngkin
rela kalau orang-orang muslim yang berada di bawah garis kemiskinan diambil
oleh agama lain. Kita perlu waspada agar mereka tetap bisa menjaga keimanannya
dengan memberikan santunan dan shadaqoh kepada orang-orang miskin tersebut.
Al-Quran sangat memperhatikan urusan
kemiskinan. Bahkan Allah mengancam terhadap orang-orang yang tidak mau member makan
kepada faqir miskin dengan ancaman sebagai orang yang mendustakan agama. Allah
SWT berfirman:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?. Itulah orang yang
menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin” (QS.
Al-Maun: 1-3)
Ayat tersebut memuat pesan bahwa
betapa pentingnya bershodaqah dan memberikan sebagian harta kepada orang-orang
fakir miskin.
Semoga kita termasuk orang-orang yang
ringan tangan untuk mengeluarkan shodaqah. Amin…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar